dekstop aplikasi EMIS |
DUNIA maya menjadi alam baru bagi kehidupan komunitas
anak manusia. Awal Tahun 200-an sebagian besar kalangan menuding dunia maya
sebagai perusak moral. Generasi mereka dilarang memasuki warung internet. Kuatir
anak-anak larut dengan dunia maya dapat merusak mental dan pendidikan.
Game
online dan berbagai fasilitas jejaring sosial, facebook, twitter, badoo dan
lain-lain dianggap bukan hanya merusak anak-anak sekolah, tapi turut sebagai
pemicu percekcokan rumah tangga, bahkan ribuan kasus perceraian terjadi akibat pergaulan
dan pergulatan dunia maya.
Tak
ketinggalan kaum edukasi juga acuh dengan penguasaan akses dunia maya itu.
Bahkan membatasi anak-anak mereka bergaul di dunia maya.
Pergaulan dan
komunikasi di dunia maya dianggap sebagai kemunduran moral dan mental. Nyatanya
modal komunikasi dunia maya ternyata sebanding, bahkan lebih mahal di banding
modal pergaulan di dunia nyata.
Modal
dimaksudkan itu adalah, pengetahun terhadap penggunaan perangkat, pembiayaan
terhadap kepemilikan jaringan teknologi internet. Kalangan yang alergi terhadap
perhelatan dunia maya disebut gagap teknologi (gaptek). Bahkan banyak yang
mengaku bangga dijuliki sebagai gaptek. Ironis, ketika yang bangga dengan julukan
gaptek itu kalangan pendidik. Alasannya dia sudah tua.
<-- --="" selengkapna="">
Tiga tahun terakhir, para
guru bahkan Kepala dan penyelenggara sekolah berubah panik. Mau-tidak mau, pengelolaan
pendidikan harus terlibat manajemen dunia maya.
Problema mendasar adalah
gaptek dan keterbatasan dana. Setidaknya, dalam dua tiga tahun terakhir,
pengelola pendidikan harus akrab dengan Siap Id, sebuah web layanan sistem
transaksi online Siap Padamu Negeri di http://padamu.siap.web.id
yang dikelola Kemendikbud untuk mendukung program Pemetaan Mutu Pendidikan
Nasional.
Web ini menjadi dunia login
pendidik, tenaga kependidikan, siswa bahkan orangtua untuk mengontrol keaktifan
anak-anak mereka. Dari Web ini pendidik dan tenaga kependidikan mendapatkan
Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) kepemilikan wajib bagi kaum
pendidik.
Kemudian web Education
Management Information System (EMIS) di alamat http://emispendis.kemenag.go.id
dikelola Kementerian Agama sebagai basis pendataan perkembangan madrasah se
Indonesia. Web ini diakses login pengelola sekolah untuk menginput data
pendidik dan tenaga kependidikan, siswa, sarana dan prasarana sekolah bahkan
alumni.
Setidaknya, dua web dunia
maya ini jelas-jelas membuat panik para kaum penyelenggara sekolah, khususnya
sekolah swasta yang tergolong belum besar alias sedikit siswa.
Jika dua web wajib itu dikelola
dengan memanfaatkan sumber daya manusia (SDM) yang ada, kendalanya keterbatasan
pengetahun para personel yang ada alias gaptek.
Jika dikelola operator yang
disewa khusus, kendalanya keterbatasan pendanaa yang ada di sekolah.
Belum lagi, menjadi persoalan
rumit dan pelik akses kepada dua Web itu ketika orang yang depercayakan untuk
login merajuk, atau meninggalkan pekerjaan tanpa alasan yang jelas, mungkin
kemacatan upah jasa operator.
Fakta membuktikan, ketika
penegasan update data berbasis dunia maya pada web EMIS setahun terakhir, utusan
masing-masing sekolah yang datang di kantor Kemenag kelihatan lebih banyak yang
bingung alias gaptek daripada yang memahami.
Antrian panjang di seksi Kemenag yang mengurusi madrasah hingga malam hari
karena ketetapan deathline.
Lebih parah, pemberlakuan
teknis kerja baru oleh pengelola web pada aplikasi EMIS, yang mengalami
perubahan dari sekadar penyerahan hard copy (print out) dan soft copy (CD) data
sekolah ke Seksi madarasah di kantor Kemenag yang pada tahun 2014 ditambahi
satu program backup data menggunakan WinRAR archive (.rar) yang harus diisi
secara manual.
Semua ini membuat panik pengelola sekolah yang gaptek. Selama
ini hanya ‘memelihara’ tenaga yang juga gaptek, di balik keterbatasan dana
pengelolaan sekolah sehingga tak sanggup menyewa jasa operator. Maruli Agus
salim|Jurnalis di Medan
-->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar