Rabu, 13 Oktober 2010

Anak Cenderung Gunakan Tangan Kiri

Jangan buru-buru mengatakan si kecil kidal. Anak batita memang suka menggunakan tangan kirinya. Mengapa begitu?

"Anak saya sering sekali memakai tangan kirinya. Mengambil mainan,salaman, makan, sering pakai tangan kiri. Kan, kurang sopan, ya? Padahal sudah saya ajari, lo," tutur Anissa, ibu seorang putri usia 2 tahun.


Seperti Anissa, banyak ayah dan ibu cemas jika putranya lebih sering menggunakan tangan kiri ketimbang yang kanan. Apalagi, tangan kiri sering dijuluki "tangan jelek" dan tangan kanan sebagai "tangan manis". Tak heran bila sejak kecil, anak selalu diajari memakai tangan kanan. Banyak juga orangtua khawatir, jangan-jangan si kecil kidal.
Sebaiknya jangan buru-buru memvonis si kecil kidal. Sebab, seperti dijelaskan psikolog Dra. Yulia S. Singgih D.,"Setiap anak, mula-mula memakai tangan kiri, tangan kanan, dan seringkali berubah-ubah. Jadi, kalau dia pakai tangan kiri, bukan berarti tangan kirinya yang lebih kuat, lebih terampil. Tidak. Itu karena anak usia 1-3 tahun masih berfluktuasi."
Eisenberg, Murkoff & Hathaway dalam bukunya yang sudah dialihbahasa, Anak di Bawah Tiga Tahun: Apa yang Anda Hadapi Bulan per Bulan, menulis, kecenderungan penggunaan tangan biasanya belum jelas sampai usia 3 tahun. Bahkan kadang hingga di atas usia 3 tahun hingga orangtunya mengira ia kidal. Yang jelas, di tahun-tahun awal ini, sering terjadi anak tampak ambidextrous, dengan bebas mereka menggunakan kedua tangannya sampai mereka memutuskan mana yang lebih "enak". Sekitar 20 persen anak tak pernah memilih salah satu tangannya, dan tetap ambidextrous dalam derajat tertentu. Beberapa anak ambidextrous dapat menggunakan keduanya untuk semua jenis pekerjaan. Misalnya, menggunakan tangan kanan untuk makan, tangan kiri untuk melempar.
Bagaimana dengan si kidal? Menurut Eisenberg dkk., 5-10 persen orang ditakdirkan kidal. Jika kedua orangtuanya kidal, maka lebih dari 50 persen kemungkinan anak mereka juga akan kidal. Jika hanya satu orangtua yang kidal, kemungkinan itu turun hingga 17 persen. Dan bila ayah-ibunya tak kidal, kemungkinan ini turun lagi sampai 2 persen.

Cari Perhatian
Mereka yang menganggap kidal sebagai keturunan, tutur Yulia, lebih karena sudah terbiasa dengan lingkungannya di mana ada yang menggunakan tangan kiri. "Karena kakeknya pakai tangan kiri dan pamannya atau saudara-saudaranya yang lain ada beberapa yang pakai tangan kiri, seolah-olah dianggap keturunan. Padahal, belum tentu karena keturunan," terangnya.
Yulia melihat, lingkungan lebih berpotensi terhadap pemakaian tangan kiri atau kanan pada anak. "Bisa saja anak meniru dari lingkungannya, sehingga ia lebih suka memakai tangan kirinya ketimbang tangan kanan," katanya. Atau bisa juga karena anak ingin mendapatkan perhatian dari orangtua. "Jika saya pakai tangan kiri, Ibu jadi memperhatikan saya, jadi ngajarin saya. Bisa saja begitu, kan? Tapi ini tentunya tak disadari bahwa ada keinginan untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan," lanjut koordinator Pusat Bimbingan dan Konsultasi Psikologi (PBKP) Universitas Tarumanegara Jakarta ini.
Karena itu, Yulia menekankan, betapa penting faktor pendidikan dalam hal ini. "Kita harus mengajari anak memakai tangan kanan. Menulis, mencoret, atau apa saja, pakai tangan kanan. Lama-lama, dengan arahan orang-orang di sekelilingnya, anak jadi lebih banyak memakai tangan kanan," tutur dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta ini.
Tapi mengapa harus tangan kanan? Alasannya, menurut Yulia, lebih karena faktor budaya. "Kita lihat, di semua kebudayaan kebanyakan pakai tangan kanan. Juga, semua peralatan yang ada sebetulnya diperuntukan bagi orang yang memakai tangan kanan. Pakai baju pun begitu," paparnya. Dengan demikian, si kecil akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Harus Dukung
Kendati demikian, Yulia tak setuju bila orangtua menggunakan istilah tangan "manis" dan tangan "jelek". "Jika dibilang tangan manis, nanti anak akan bilang, 'Manis, kan, ada rasanya.' Atau, anak akan bingung, 'Lo, kok, tangan saya jelek? Padahal, kan, sama.' Efeknya bisa macam-macam. Bisa juga nanti anak maunya di bagian kanan terus karena merasa yang kanan itu selalu bagus dan yang kiri itu jelek," terangnya. Jadi, ajarkan sesuai dengan apa yang mereka harus ketahui.
Jika selama proses pembelajaran, ternyata si kecil masih saja memakai tangan kiri, menurut Yulia, harus "diselidiki" lebih jauh. Apakah ia memang tak bisa memakai tangan kanan sebagaimana teman-temannya? Misalnya, ia susah sekali dilatih menggambar dengan tangan kanan dan lancar sekali kalau menggunakan tangan kiri. Perhatikan pula, apakah jika ia membuat sesuatu, hasilnya akan lebih baik jika saat membuat ia menggunakan tangan kirinya.
Itu pun masih perlu dilihat lagi, apakah ada faktor psikologisnya atau tidak. Contohnya, jika dikerasi anak lalu menjadi gagap. Atau ia mungkin ingin mendapatkan perhatian seperti sudah diuraikan di atas. "Jadi, banyak aktor yang harus diperhatikan sebelum menentukan, apakah itu betul karena persyarafannya atau psikologisnya? Kalau tak ada masalah, ya, berarti tangan kiri si anak lebih kuat dan terampil," tutur penulis buku psikologi keluarga dan perkembangan anak ini.
Jika anak berkecenderungan kidal, lanjut Yulia, "Lingkungan harus menerima dan membantunya. Jangan hanya menerima tapi terus dibiarkan saja." Sayangnya, hal itu kerap dibiarkan. Padahal, seharusnya orangtua membantu. "Anak yang pakai tangan kanan saja, kerap masih harus dibantu," ujar konselor pada sejumlah sekolah menengah di Jakarta ini.
Bantuan itu bisa berupa menyediakan peralatan yang khusus dirancang untuk kaum kidal. Misalnya gunting, cangkir, dan pegangan pintu yang dapat dibuka dengan mudah dengan menggunakan tangan kiri.

Jangan Paksa 
Ahli lain berpendapat, pemakaian tangan kiri merupakan bahaya potensial bagi penyesuaian sosial dan pribadi yang baik. Jika anak menyadari dirinya berbeda dan jika ia merasa lebih rendah, itu akan berpengaruh pada sikapnya terhadap diri sendiri dan pada gilirannya mempengaruhi sikap terhadap perilakunya. Misalnya, ia merasa rendah diri karena mendapat julukan "si kidal". Ini bisa berpengaruh buruk terhadap konsep dirinya.
Bahaya ini cenderung meningkat ketika ia semakin besar dan saat ia memasuki tahapan ingin seperti teman sebayanya. Biasanya perasaan malu dan sadar diri akan adanya perbedaan ini mencapai puncaknya di masa puber dan pada awal masa remaja.
Kendati demikian, tak berarti kita harus memaksa si kecil menggunakan tangan kanannya. Sebab, seperti dikatakan Yulia, bisa menimbulkan dampak psikologis. Antara lain, anak menjadi gagap. "Jika sebelumnya dia tak mengalami hambatan dalam berbicara tapi lalu menjadi gagap, berarti dia mengalami banyak tekanan. Ia dipaksa pakai tangan kiri sementara ia tahu, tangan kirinya lebih kuat dan terampil. Pemaksaan seperti ini akan membuatnya tertekan dan menimbulkan gagap. Nah, gagapnya itu akan hilang jika ia kembali boleh menggunakan tangan kirinya," terang Yulia. Dampak psikologis lain yang muncul, ia jadi gugup semisal mengisap jempol dan menggigit jari. Bahkan, mengompol dan masalah emosional lainnya.
Karena itulah, lanjut Yulia, yang terpenting adalah sikap menerima dari lingkungan. "Jangan sampai anak yang memakai tangan kiri diledek atau ditertawakan. Jika sikap orangtua menerima, biasanya lingkungan pun menerima sehingga anak jadi lebih kuat. Menghadapi orang lain pun, ia bisa bersikap biasa-biasa saja," papar mantan dosen Fakultas Pedagogik Universitas Kristen Indonesia ini.

Mengurangi Dampak Psikologi
Ada empat kondisi yang mempengaruhi berat-ringannya dampak psikologis dari perubahan pemakaian tangan kiri ke tangan kanan, yaitu:

1. Usia
Lakukan perubahan sebelum usia anak mencapai 6 tahun. Semakin lama menunda perubahan akan semakin sulit bagi anak untuk mengubahnya, dan semakin bingung ia melakukannya.

2. Tingkat Motivasi
Jika perubahan dari tangan kiri ke tangan kanan dilakukan atas dasar kemauan anak sendiri, maka ia akan lebih termotivasi untuk menyediakan waktu dan berusaha melakukan perubahan itu.

3. Ada Dukungan
Jika anak didukung dan dibantu, maka ia akan lebih termotivasi lagi untuk melakukan perubahan dan memperkuat keinginannya untuk melakukan usaha yang diperlukan.

4. Kepribadian
Anak yang tenang dan santai biasanya tak akan mengalami hambatan psikologis selama melakukan perubahan itu. Sebaliknya, anak yang gugup dan cepat tersinggung, akan sangat menderita selama melakukan perubahan itu.


naskah:corpusalienum.multiply.com
foto:copamedia.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar