SEIRING dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, terjadi beberapa perubahan pada gaya hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam metoda pengasuhan anak. Tak ayal karena jadwal kesibukan cukup padat, orangtua dewasa ini lebih senang membiarkan anaknya menonton televisi untuk melengkapi kebutuhan edukasi sekaligus hiburan sang anak agar para orangtua dapat memperoleh lebih banyak waktu untuk bekerja dan beristirahat.
Akan tetapi, apakah menonton televisi benar-benar dapat efektif membantu meningkatkan perkembangan bicara anak?
Sebuah studi yang dilakukan oleh dr. Dimitri A. Christakis serta Frederick J. Zimmerman dari Seattle Children’s Research Institute, University of Washington, AS menunjukkan bahwa vokalisasi, kosakata, dan percakapan yang dilakukan oleh pendamping anak (orangtua, pengasuh) berkurang secara bermakna selama ia menonton televisi.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa anak-anak 8 – 16 bulan yang menonton video-video “edukasi” tersebut selama 1 jam setiap hari memiliki penurunan 6 – 8 kosa kata dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menonton.
Studi tersebut dilakukan pada 329 anak berusia antara 2 bulan hingga 4 tahun yang masing-masing menggunakan alat perekam digital kecil pada hari-hari tertentu yang dipilih secara acak setiap bulannya selama 2 tahun. Sebuah rompi didesain khusus dengan saku dada tempat menempelkan alat perekam yang akan menangkap setiap kata yang diucapkan maupun didengarkan oleh anak selama periode 12-16 jam. Yang menjadi parameter dalam studi ini antara lain adalah jumlah kata yang diucapkan oleh pendamping anak, vokalisasi anak, dan interaksi verbal anak dalam percakapan (suatu keadaan di mana pendamping memberikan respon vokal terhadap vokalisasi anak, atau sebaliknya, dalam 5 detik).
Ternyata terdapat pengurangan jumlah dan lama vokalisasi anak, serta interaksi dalam percakapan secara bermakna (jumlah kata dapat berkurang sekitar 770 dari 1000 kata yang seharusnya didengar anak dari pendampingnya selama sesi rekaman). Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat stimulasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung perkembangan anak. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin secara bertahap dan terus menerus pada setiap kesempatan.
Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan keterlambatan pada perkembangan anak bahkan gangguan yang menetap. Terkait hal ini, Christakis juga menambahkan dalam studinya bahwa bahasa merupakan komponen penting yang diperlukan untuk perkembangan otak pada awal masa kanak.
Karena keterlambatan perkembangan bahasa akan membawa sebab keterlambatan pada tingkat atensi dan perkembangan kognitif pada anak selanjutnya.
Sementara ketika penelitian tersebut dimuat dalam jurnal prestisius Pediatrics, salah satu CEO Disney, Robert Iger, menuntut para peneliti untuk menarik pengumuman persnya. Terkait pembentukan opini publik terhadap program acara Disney’s Baby Einstein yang terlampau membuat bayi-bayi tidak aktif berbicara selama program mereka diputar di televisi. Karena tendensi dari hasil penelitian tersebut dirasa ‘menyerang’ keberlangsungan Baby Einstein.
Namun sekarang setelah penelitian terbukti, Disney justru menawarkan dana kompensasi pengganti bagi orang tua yang telah membeli DVD-DVD program edukasi Baby Einstein.
Saran dari Penelitian
Bagaimana orang tua harus menyikapi hal ini? Mungkin ada baiknya mendengar saran American Academy of Pediatrics yang mengatakan sebaiknya anak badut (bawah dua tahun) tidak diajak menonton TV. Dengan menonton TV, tentunya anak tidak mendapatkan pengalaman linguistik yang sama seperti ketika berinteraksi langsung dengan orangtua mereka. Alih-alih aktif bereksperimen, anak justru pasif, asyik menatap layar kaca. Hal ini tentunya berpengaruh pada pengembangan kreativitas anak. Karena itu, singkirkanlah remote control DVD Anda, dan ajaklah anak Anda bermain bersama.
Berangkat dari hasil studi tersebut, terdapat beberapa tips yang direkomendasikan oleh Christakis bagi orangtua dan para pengasuh, yaitu:
Untuk anak berusia di bawah 2 tahun:
Hindari kebiasaan menonton televisi, dan pilihlah aktivitas yang dapat membantu perkembangan bahasa dan pertumbuhan otak anak seperti berbicara, membaca, menyanyi, bermain, mendengarkan musik, dsb.
Untuk anak berusia di atas 2 tahun:
Jauhkan televisi dari kamar tidur anak Anda.
Batasi penggunaan televisi maksimal 2 jam dalam sehari.
Jika Anda memperbolehkan anak Anda menonton, pilihlah program yang sesuai dengan usianya. Berhati-hatilah dengan tontonan anak Anda. Bahkan film kartun untuk anak saja dapat menunjukkan perilaku yang kasar dan tidak patut ditiru. Untuk itu, dampingilah anak Anda selama menonton sambil membicarakan mengenai acara yang sedang ditonton.
Matikan televisi saat makan, dan saat program yang dipilih telah berakhir.
Jangan pernah menggunakan televisi sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukan oleh anak Anda.
Buatlah hari bebas media dan rencanakan sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan bersama anak Anda.
Bagaimanapun, setiap orangtua bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan anak mereka. Untuk itu, mereka harus lebih kritis dan cermat dalam menentukan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Memang, tidak mudah rasanya untuk merubah kebiasaan yang telah berakar dalam keluarga. Akan tetapi terkadang diperlukan sebuah keberanian dan tekad untuk sebuah perubahan demi masa depan yang lebih baik.
Sejumlah penelitian menyebutkan terlalu banyak menonton televisi bisa menghambat pertumbuhan otak anak. Penelitian terkini di Amerika Serikat bahkan menyebutkan anak umur nol sampai dua tahun sebaiknya tidak dibiarkan menonton televisi sama sekali.
"Karena televisi, meskipun 'edutainment' sekalipun hanya memberikan rangsangan yang bersifat satu arah saja sehingga anak tidak bisa tercipta reaksi timbal balik," kata seorang psikolog anak, Dra. Mayke Tedjasaputra pada Diskusi Interaktif tentang perkembangan kecerdasan anak di Jakarta.
Selain itu menurut dia, tayangan televisi juga hampir selalu menampilkan efek sinar, gerak dan suara secara bersamaan.
"Hal itu tidak bisa selalu dilihat oleh anak dalam dunia nyata sehingga mempersulit penyesuaian dirinya terhadap lingkungan," kata staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) itu.
Tampilan adegan yang tidak disajikan secara utuh dalam tayangan televisi menurut dia juga menyebabkan anak tidak bisa memperoleh gambaran yang utuh tentang suatu kegiatan atau benda. "Sehingga anak tidak memahami suatu hal secara menyeluruh," katanya.
Akibat lainnya menurut Konsultan Tumbuh Kembang Anak dari Rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr.Hartono Goenardi, Sp.A pertumbuhan sel-sel syaraf otak pada anak tidak bisa optimal, demikian juga dengan tingkat pembentukan hubungan antar sel syarafnya (synaps).
"Padahal dua sampai tiga tahun pertama merupakan periode emas pertumbuhan otak anak yang seharusnya tidak boleh disia-siakan," katanya.
Saat itu sel syaraf otak tumbuh dengan cepat bahkan volumenya meningkat dari 400 gram ketika lahir menjadi 1.100 gram pada umur tiga tahun.
Karena itu menurut dr.Hartono anak harus secara aktif mendapatkan stimulasi atau rangsangan dengan memberikan nutrisi yang cukup dan suasana yang menyenangkan, di antaranya dengan permainan.
Permainan yang baik akan merangsang kerja syaraf motorik dan sensorik anak sehingga akan meningkatkan kemampuan fisik, kemampuan berbahasa dan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Tiga kegiatan bermain yang terpenting menurut Mayke adalah bermain dengan gerakan (sensori motor), bermain dengan khayalan (simbolik) dan bermain menyusun benda-benda (konstruktif).
"Jika ketiga jenis permainan ini dilakukan secara seimbang maka hasilnya akan efektif," katanya. Dia juga mengatakan tempat, waktu dan adanya teman bermain bagi anak sangat penting bagi perkembangan anak. "Karena dengan seorang teman anak juga bisa belajar untuk berinteraksi dengan orang lain," katanya.
Bagaimanapun, setiap orangtua bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan anak mereka. Untuk itu, mereka harus lebih kritis dan cermat dalam menentukan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Memang, tidak mudah rasanya untuk merubah kebiasaan yang telah berakar dalam keluarga. Akan tetapi terkadang diperlukan sebuah keberanian dan tekad untuk sebuah perubahan demi masa depan yang lebih baik.
Sejumlah penelitian menyebutkan terlalu banyak menonton televisi bisa menghambat pertumbuhan otak anak. Penelitian terkini di Amerika Serikat bahkan menyebutkan anak umur nol sampai dua tahun sebaiknya tidak dibiarkan menonton televisi sama sekali.
"Karena televisi, meskipun 'edutainment' sekalipun hanya memberikan rangsangan yang bersifat satu arah saja sehingga anak tidak bisa tercipta reaksi timbal balik," kata seorang psikolog anak, Dra. Mayke Tedjasaputra pada Diskusi Interaktif tentang perkembangan kecerdasan anak di Jakarta.
Selain itu menurut dia, tayangan televisi juga hampir selalu menampilkan efek sinar, gerak dan suara secara bersamaan.
"Hal itu tidak bisa selalu dilihat oleh anak dalam dunia nyata sehingga mempersulit penyesuaian dirinya terhadap lingkungan," kata staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) itu.
Tampilan adegan yang tidak disajikan secara utuh dalam tayangan televisi menurut dia juga menyebabkan anak tidak bisa memperoleh gambaran yang utuh tentang suatu kegiatan atau benda. "Sehingga anak tidak memahami suatu hal secara menyeluruh," katanya.
Akibat lainnya menurut Konsultan Tumbuh Kembang Anak dari Rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr.Hartono Goenardi, Sp.A pertumbuhan sel-sel syaraf otak pada anak tidak bisa optimal, demikian juga dengan tingkat pembentukan hubungan antar sel syarafnya (synaps).
"Padahal dua sampai tiga tahun pertama merupakan periode emas pertumbuhan otak anak yang seharusnya tidak boleh disia-siakan," katanya.
Saat itu sel syaraf otak tumbuh dengan cepat bahkan volumenya meningkat dari 400 gram ketika lahir menjadi 1.100 gram pada umur tiga tahun.
Karena itu menurut dr.Hartono anak harus secara aktif mendapatkan stimulasi atau rangsangan dengan memberikan nutrisi yang cukup dan suasana yang menyenangkan, di antaranya dengan permainan.
Permainan yang baik akan merangsang kerja syaraf motorik dan sensorik anak sehingga akan meningkatkan kemampuan fisik, kemampuan berbahasa dan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Tiga kegiatan bermain yang terpenting menurut Mayke adalah bermain dengan gerakan (sensori motor), bermain dengan khayalan (simbolik) dan bermain menyusun benda-benda (konstruktif).
"Jika ketiga jenis permainan ini dilakukan secara seimbang maka hasilnya akan efektif," katanya. Dia juga mengatakan tempat, waktu dan adanya teman bermain bagi anak sangat penting bagi perkembangan anak. "Karena dengan seorang teman anak juga bisa belajar untuk berinteraksi dengan orang lain," katanya.
naskah: www.suaramedia.com
foto: suarapembaruan.com
foto: suarapembaruan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar